by

First off, let me start this by saying selamat idul fitri dan mohon maaf lahir batin untuk teman-teman semua. Kata-kata yang gak aku ucapkan selama hari raya itu sendiri, kecuali secara personal ke beberapa teman terdekat. Aneh memang budaya meminta maaf di hari lebaran ini. Di satu sisi, momen yang diciptakan hari lebaran itu sebetulnya sangat, sangat berharga. Kata maaf yang diucapkan di hari lebaran seperti kulminasi dari usaha 'pembersihan diri' yang sudah kita lakukan selama sebulan, sepanjang Ramadan. Refleksi diri menyatakan dalam diri kita masih banyak kesalahan, maka kita meminta maaf di hari lebaran. Sebetulnya cukup puitis, kan. When you think about it, it kinda hits you how profound the moment of Eid actually is.
Di sisi lain, aku punya stance yang cukup skeptikal juga mengenai momen ini. Skeptis dengan kata maaf yang rasanya maknanya jadi tidak lebih dari jargon lebaran. Semua kata-katanya seperti hanya mengambang di permukaan. Tidak dalam. Padahal dipikir-pikir, kata maaf yang mengambang itu masih lebih baik daripada yang tidak diucapkan. Setidaknya ada niatan.
Jadi mungkin walaupun terlambat, dan walaupun rasa-rasanya maafku pun masih sebatas di permukaan, rasanya usaha perlu dihargai dan akhirnya pun perlu dilakukan. Jadi mohon maaf, teman-teman. Dan semoga dengan maaf yang saling kita tukar, pintu-pintu kesempatan dibukakan.