Archive for July 2015

Musik Yann Tiersen beberapa hari ini selalu terputar jadi latar. Terngiang-ngiang terus. Beberapa hari yang lalu aku tonton ulang filmnya, Amélie. Entah kenapa, akordeon Yann Tiersen terdengar terus, suaranya yang ramai bergantian dengan nyanyian sayup-sayup, "What can I do/ What can I say/ Loving you dear like I do". Akordeon yang ramai, terus bergantian dengan lirik sendu.

Hari ini aku pergi ke sebuah mall. Entah kenapa sepanjang jalan aku berpikir akan bertemu seseorang di sana. Tidak tahu siapa, tetapi seseorang yang kukenal. Jarang sekali aku berfirasat, dan aku tidak pernah terlalu percaya pula akan firasat. Tapi entah kenapa malam tadi perasaanku kuat sekali, kalau aku akan bertemu seseorang.

Di mall itu aku bertemu seorang kenalan yang kukenal beberapa tahun lalu; tidak kusapa. Aku lihat saja dia, beberapa anak tangga eskalator di depanku. Orang ini tidak kenal dekat denganku, kecuali beberapa minggu. Entah kenapa aku merasa tepat sekali bahwa orang itu yang berlintasan denganku di hari saat firasatku demikian kuat bahwa aku akan berlintasan dengan seseorang. Orang yang tidak istimewa hingga membuatku menerka (dengan pengharapan?) takdir dari kebetulan, tapi juga bukan orang yang melintas hanya selewat; ia hinggap dan terpikirkan.

Selama beberapa hari dimana lagu Yann Tiersen selalu berputar di benakku, ramai akordeon bergantian suara sayup-sayup sendu, aku tidak pernah benar-benar memutar lagunya di ponsel atau laptopku. Malam ini akhirnya aku putar saja benar-benar lagu-lagu Yann Tiersen supaya terdengar di telingaku, benar-benar di telingaku. Akordeon yang ramai. Lalu nyanyian yang sayup-sayup sendu. "Is it a crime that I'm guilty/ Guilty of loving you."



-entri pertamaku dari ponsel. 12:58.

In Sputnik Sweetheart, when Sumire got a job working for the woman she loved, she stopped writing.

She was a passionate writer. Not a particularly great one, but passionate nevertheless. It defined her; it was as important as breathing to her. Yet she stopped. It wasn't the time, wasn't the business; the words just could not come.

Why was that?
I wondered.

"And it came to me then. That we were wonderful traveling companions but in the end no more than lonely lumps of metal in their own separate orbits. From far off they look like beautiful shooting stars, but in reality they're nothing more than prisons, where each of us is locked up alone, going nowhere. When the orbits of these two satellites of ours happened to cross paths, we could be together. Maybe even open our hearts to each other. But that was only for the briefest moment. In the next instant we'd be in absolute solitude. Until we burned up and became nothing."



- Sputnik Sweetheart