by fathina diyanissa
...dan akhirnya kamu harus mengetuk berbelas-belas kali dan entah berapa menit waktumu yang berharga telah habis di muka pintu rumahku, dan hingga saat ini hanya suara buku-buku jarimu mengetuk pintu kayu yang kuizinkan masuk - dirimu tidak. masih aku berpura-pura tidak peduli, walaupun sebenarnya aku sudah mendengarmu di ketukanmu yang kedelapan belas, aku berpura-pura tidak mendengar, dan itu bukan karena aku malas bergerak untuk menyambutmu sebab sudah bergerak aku ke jendela untuk mengintip sedikit sosokmu dan menyimak sedikit rautmu, dan bukan pula karena aku tidak siap menemuimu sebab sudah kukenakan pakaian terbaikku dan sudah ku berhias seperti biasa setiap aku akan menemuimu. bukan karena itu, bukan.
hanya saja paragrafku harus berhenti disini karena tidak dapat kujelaskan alasan pintu ini tidak segera kubuka dan senyumku tidak segera kukenakan untuk menyambutmu. bukannya aku tidak mau menjelaskan, aku juga tidak tahu.
kalau boleh jujur aku merasa sedikit ingin bertemu, tapi rasanya hari ini enggan kuizinkan kita cepat bertemu. aku cukup menikmati rasa ingin bertemu ini sebab aku bukan orang yang romantis dan tak sering aku merasa seperti ini, melankoli rasa rindu. mungkin, hanya mungkin, alasan aku tidak membukakan pintu untukmu saat ini adalah karena aku cinta melankoli ini - ini menyenangkan, dan aku tahu saat kubukakan pintu saat itu juga semua akan hilang.
maaf, sebentar lagi ya.