by fathina diyanissa
Musik Yann Tiersen beberapa hari ini selalu terputar jadi latar. Terngiang-ngiang terus. Beberapa hari yang lalu aku tonton ulang filmnya, Amélie. Entah kenapa, akordeon Yann Tiersen terdengar terus, suaranya yang ramai bergantian dengan nyanyian sayup-sayup, "What can I do/ What can I say/ Loving you dear like I do". Akordeon yang ramai, terus bergantian dengan lirik sendu.
Hari ini aku pergi ke sebuah mall. Entah kenapa sepanjang jalan aku berpikir akan bertemu seseorang di sana. Tidak tahu siapa, tetapi seseorang yang kukenal. Jarang sekali aku berfirasat, dan aku tidak pernah terlalu percaya pula akan firasat. Tapi entah kenapa malam tadi perasaanku kuat sekali, kalau aku akan bertemu seseorang.
Di mall itu aku bertemu seorang kenalan yang kukenal beberapa tahun lalu; tidak kusapa. Aku lihat saja dia, beberapa anak tangga eskalator di depanku. Orang ini tidak kenal dekat denganku, kecuali beberapa minggu. Entah kenapa aku merasa tepat sekali bahwa orang itu yang berlintasan denganku di hari saat firasatku demikian kuat bahwa aku akan berlintasan dengan seseorang. Orang yang tidak istimewa hingga membuatku menerka (dengan pengharapan?) takdir dari kebetulan, tapi juga bukan orang yang melintas hanya selewat; ia hinggap dan terpikirkan.
Selama beberapa hari dimana lagu Yann Tiersen selalu berputar di benakku, ramai akordeon bergantian suara sayup-sayup sendu, aku tidak pernah benar-benar memutar lagunya di ponsel atau laptopku. Malam ini akhirnya aku putar saja benar-benar lagu-lagu Yann Tiersen supaya terdengar di telingaku, benar-benar di telingaku. Akordeon yang ramai. Lalu nyanyian yang sayup-sayup sendu. "Is it a crime that I'm guilty/ Guilty of loving you."
-entri pertamaku dari ponsel. 12:58.