Ruang
by fathina diyanissa
Aku rindu saat dimana antara kita, ruang terdefinisi
dalam sudut, garis,
bingkai-bingkai pintu dan jendela,
sebuah meja.
Dimana cakap memantul-mantul
memukul dinding, kemudian mengendap -
mengisi celah, menyekat jarak.
Di dalam ruang ini tidak ada satu yang keluar. Semua tinggal.
Sekedar presensi itu dangkal,
kalau ruang kita dibangun
tanpa sudut, garis,
tanpa pintu dan jendela,
tanpa meja.
Semua menyelinap keluar,
percakapan yang hambar,
tawa yang datar,
tak ada yang tinggal. Kita tidak punya ruang.