by fathina diyanissa
Selamat pagi, selamat satu per dua puluh empat hari.
Mengejutkan bukan betapa banyak kita berkawan di rentang waktu yang larut ini, sepertinya kesendirian masih enggan menjadi teman. Beberapa waktu lalu saat belum ada layar untuk dipandang lekat-lekat, waktu seperti ini bukankah kita sudah terlelap? Atau setidaknya, sendirian, sepenuhnya sendirian, yang menyenangkan.
Entah sejak kapan episode nokturnal melahirkan penggalan-penggalan percakapan, dan jika boleh aku agak menyalahkan saat-saat perbincangan dilakukan sambil mata setengah terpejam, untuk hal-hal yang kemudian terdengar seperti kesalahan dan tersesalkan.
Pada akhirnya mungkin tidak bijak untuk menyalahkan yang seharusnya dapat terhindarkan.
Pada akhirnya, segala yang tersesalkan itu adalah pilihan.